IP Nggak Dibawa Mati !!!
Sebuah perenungan tentang IP
Yeay udah semester 2 lagi nggak
kerasa yah? 2 Februari kemarin adalah hari pertama masuk kuliah di semester 2.
Ah times flies so fast. Perasaan baru kemarin ikutan ospek eh sekarang udah
semester 2 aja. Alhamdulillah IP pertamaku nggak jelek-jelek amatlah hihi.
Sebenernya buanyak banget yang pengen aku ceritain tentang pengalamanku selama
1 semester kemarin tapi yah gitu deh belum sempet posting. Mudah-mudahan next
time yah ! Rencananya sih aku mau posting review pengalaman kuliah di jurusan
bahasa Arab selama 1 semester kemarin. Tungguin yah !
Akhir-akhir ini aku sering banget
ya posting tentang IP? Hehe. Biasalah namanya juga abis ujian dan menjelang
awal semester baru. Jadi kemarin itu kelasku (2A) baru aja dibagiin KHS (Kartu
Hasil Studi). Kalau di SMA sih semacam raport gitu tapi cuma selembar doang.
Bedanya KHS sama raport itu kalau di raport kan nilainya berupa angka-angka
gitu tapi kalau di kuliahan sih nggak. Cuma A, B, C doang. Jadi lebih general
gitu nilainya.
Pas habis dibagiin KHS sama ketua
kelas, kita pada ribut saling nanyain IP. “Eh kamu dapet IP berapa?” Hampir
semua orang dapet pertanyaan kayak gitu. Asep Sang ketua kelas dapet IP 3,92.
Wiih gede juga ya. Tapi sayangnya peraih IP tertinggi di kelas bukan dia tapi
temen deketku Teti. IP-nya mencapai 3,95 nyaris sempurna. Dia emang anaknya
rajin, proaktif dan aktif terlibat diskusi dalam kelas nggak kayak aku yang
cukup puas dengan menjadi silent reader tapi aku sama sekali nggak iri
kok. She’s deserves more than me. Lagian aku juga bukan tipikal ‘makhluk
pengejar IP’ hohoho.
Judul postingan ini terinspirasi
dari celetukan temenku yang pas ditanya soal IP dia merasa kurang puas dengan
hasilnya dan nyeletuk “IP aku mah kecil. Nggak apa-apalah kecil juga. IP mah
nggak bakal dibawa mati !”
Celetukannya sepintas membuatku
berpikir dan merenung. IP nggak bakal dibawa mati.
Bener juga sih. IP emang nggak bakal dibawa mati. Toh malaikat Munkar dan Nakir
nanti nggak bakal nanyain kita dengan pertanyaan:
“Kamu kuliah di kampus mana?”
“IP kamu berapa?”
Bagi yang IP-nya gede mungkin
nasibnya bakal begini :
“Oh kamu IP-nya lebih dari 3,5 cumlaude nih. Silahkan kamu boleh masuk syurga. Pintunya yang sebelah kanan ya !”
Sebaliknya bagi yang IP-nya
pas-pasan kondisinya mungkin bakalan gini:
“IP KAMU NASAKOM? YA UDAH NYEBUR AJA SONO LU KE NERAKA !!! #trolll
Bagiku IP emang penting tapi ada
yang lebih penting dari sekedar meraih IP yang tinggi yaitu skill dan relasi.
IP tinggi tapi nggak punya skill yang mumpuni dan miskin relasi toh buat apa? Ketika
terjun ke dunia kerja toh yang dilihat bukan hanya IP belaka tapi skill kita.
Sejauh mana kita bisa ‘menjual skill’ kita kepada mereka yang membutuhkan
tenaga kita. IP tinggi tapi nggak punya skill, nggak punya relasi bakalan susah
juga buat cari kerja atau mau bikin usaha.
Dunia kuliah dengan segala
dinamikanya menyadarkanku 1 hal. Banyak mahasiswa yang tertipu dengan nilai.
Mereka mengira dengan mengejar nilai yang tinggi jalan menuju kesuksesan akan
semakin mendekat.
Padahal nyatanya tidak. IP tidak selalu berbanding lurus
dengan kesuksesan. Mungkin IP penting buat apply beasiswa wkwkwk #lol tapi ada
yang lebih penting. Buat apa mengejar IP tapi sesungguhnya kita tidak
mendapatkan apa-apa? Buat apa IP gede tapi kita tidak menikmati proses dalam
mendapatkan ilmu? Buat apa IP gede tapi kita tidak mengerti esensi dari ilmu
yang kita dapatkan.
Bukankah ilmu itu cahaya? Dan bukankah cahaya seharusnya
menerangi kegelapan? Ilmu semestinya membawa kita jauh melewati kegelapan.
Menuntun kita menuju perubahan. Perubahan yang lebih baik. Ilmu semestinya
menerangi kita. Menerangi hidup kita. Mengantarkan kita untuk memahami siapa
diri kita, untuk apa kita diciptakan dan apa misi kita di dunia. Pada akhirnya
ilmu akan mengantar kita untuk kembali. Kembali kepada Rabb kita. Sebab
dari-Nya lah ilmu berasal.
Sayangnya banyak juga manusia
yang tertipu seperti layaknya mahasiswa yang mengejar IP. Mereka berlomba-lomba mengumpulkan kekayaan
bahkan hingga lupa diri. Mereka berharap dengan mengumpulkan harta dan kekayaan
mereka akan bahagia. Mereka sibuk memperkaya diri hingga lupa memaknai hidup.
Memaknai dan memahami esensi dari kehidupan. Memahami bahwa kita tidak
diciptakan untuk menjadi mesin penghasil IPK tertinggi pun tidak diciptakan
untuk menjadi robot penumpuk kekayaan dan kejayaan serta mencari popularitas tetapi
untuk mengabdi. Mengabdi dengan segala ketulusan, keikhlasan dan kerendahan
diri. Mendedikasikan diri untuk Sang Pencipta. Mengazzamkan diri untuk
senantiasa berkarya dalam rangka mempersembahkan amal jihad terbaik kelak di
hadapan-Nya.
Sumber gambar: http://pradanaputra8.blogspot.com/2013/03/apa-itu-sks-apakah-indeks-prestasi-ip.html
Sumber gambar: http://pradanaputra8.blogspot.com/2013/03/apa-itu-sks-apakah-indeks-prestasi-ip.html
4 komentar
wiiiih,
BalasHapusipk mulu hahaha
apa ini juga bagian dari 'menghibur diri' ? hehehe
Hahaha tau aja nih Desi #eh
Hapusmakasih banget beb motivasinya, menobati banget kasus yg kmrin itu dpt D, bener bangettt percuma IP tinggi tapi nihil relasi sama skillnya mah ya,, IP mah hanya formalitas lah hehe
BalasHapusIya mestinya sih imbang hehe. IP aman dan skill dan relasi juga aman. Skill dan relasi punya tapi kalau IP nggak aman juga bahaya sih nanti kita dianggap kurang memiliki tanggung jawab. Sama IP aja nggak bertanggung jawab apalagi hal lain :p
HapusKasih komentar dong biar nggak terlalu sepi hehe