Panen Raya 'Idul Fitri'

by - Juli 11, 2016

Bismillahirrahmaanirrahiim
Sumber gambar : google

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183)

Mumpung masih suasana lebaran saya mau posting tentang lebaran huehue. Keep on reading ya :D
Alhamdulillah ya tahun ini juga nggak ada drama-drama perbedaan penentuan 1 Syawal hehe. Satu hal yang patut disyukuri. Kali ini saya mau bahas tentang Hari Raya Idul Fitri. Eh ya sebelumnya saya mau ngucapin "Taqabbalallahu minna wa minkum shiyamana wa shiyamakum Ja'anallahu minal 'aidin wal faizin. Semoga Allah menerima ibadah shaum kita semua dan semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang kembali dari kemenangan" aamiin :)

Apa sih yang kalian bayangkan kalau mendengar kata "Idul Fitri"? Baju baru? THR-an? Kue lebaran? Ketupat dan Opor Ayam? Salam-salaman? Mudik ke kampung halaman?
Hmm emang sih hal-hal di atas udah jadi tradisi yang melekat dalam budaya masyarakat Indonesia. Sebenarnya nggak ada yang salah kok dengan budaya di atas. Hanya saja sudahkah kita memaknai 'perayaan' Idul Fitri dengan benar? Ataukah kita hanya terjebak dalam gegap gempita ritual tahunan yang sarat dengan hedonisme dan kejumawa-an?

Percaya atau tidak ternyata bahasa dapat mengubah makna dan isi dari suatu perbuatan. Memang bahasa adalah produk budaya dan alat komunikasi tetapi lebih dari itu bahasa adalah 
"Simbol yang mewakili (mewadahi) sebuah konsep mengenai suatu hal yang prinsip dan penting dalam beragama"
Di Indonesia Idul Fitri lebih populer dengan istilah "lebaran" atau "hari raya" sehingga lebih mengarah kepada suasana  "pesta" dan mendorong perilaku boros dan konsumtif (kurang) dihayati sebagai kembali kepada kesucian semula (back to square one). Idul Fitri tidak lebih hanya dimaknai sebagai 'hari raya' hari yang patut dirayakan atau hari perayaan yang identik dengan pesta pora. Sejatinya 'shaum' adalah menahan dari segala sesuatu hal yang kita mampu melakukannya. Ketika kita memiliki sejumlah harta yang mampu kita habiskan seluruhnya namun kita menahannya dan memilih untuk dibelanjakan di jalan Allah. That's what a fasting for (I think)

Allah menyeru kepada orang-orang beriman untuk melaksanakan ibadah shaum di bulan Ramadhan. Orang-orang yang beriman diajak untuk sama-sama berjuang dan memantaskan diri agar meraih derajat taqwa. Jika Ramadhan adalah madrasah tempat dimana kita dididik agar kelak di hari raya kita berhak merayakan kelulusan sebagai orang yang mendapat predikat taqwa. Sudahkah kita layak untuk 'diwisuda' dan bergembira merayakan predikat baru sebagai hamba yang bertaqwa?
Jika Ramadhan adalah ladang untuk menanam amal shalih sudahkah kita berhasil memanen ketaqwaan? ataukah sebatas baju baru, opor ayam, kue lebaran dan letih dan dahaga yang kita tuai?

Fitrah sejati adalah meng-Akbarkan Allah
Dan syariat-Nya di alam jiwa
Di dunia nyata, dalam segala gerak 
Di sepanjang nafas dan langkah
Semoga seperti itulah diri kita di hari kemenangan ini
Selamat Idul Fitri Mohon Maaf Lahir Bathin 

Referensi :
Buku Halumma Ila Mardhatillah Ibnu Bahasan

You May Also Like

1 komentar

  1. artikelnya makjeb dan serasa ditampar bolak-balik.
    Kenyataannya memang seperti itu sih kebanyakan orang dalam menyikapi idul fitri. Lupa bahkan mungkin salah kaprah dalam memaknai esensi sebenarnya dari idul fitri itu sendiri.

    Tak terkecuali saya, sepertinya belum pantas diwisuda. Seringnya kualitas dan kuantitas ibadahnya, bukannya naik malah menurun, antara saat masih Ramadhan dan setelah Ramadhan selesai. >< Maafkn ya Allah

    Bingung mau komen apa lagi. Keep writing lah ya ^^

    BalasHapus

Kasih komentar dong biar nggak terlalu sepi hehe